Tuesday, July 25, 2006

Sang Air

Dalam ilmu penyembuhan Timur,
konon dikenal teori lima eleme,
yang membentuk alam semesta,
yang membentuk atom, menjadi sel,
hingga membentuk makhluk hidup.

Salah satu elemen tersebut adalah Sang Air,
yang mewakili emosi dan perasaan hati.
Dalam ilmu penyembuhan Timur,
tidak ada istilah emosi positif maupun negatif.
Yang paling mendasar adalah keseimbangan.

Kuatir, sedih, marah,
takut, dan ketidaktulusan,
maupun kegembiraan,
adalah hak hati untuk mewadahi
Sang Air yang datang dan mengalir.

Perasaan hati hanya berbahaya kalau “nyangkut”, ujar Sang Bijak.

Apakah masih benar kalau kita terjebak terus dalam dogma
yang terus “memaksa” kita untuk positif
dan lari terbirit menampik perasaan yang negatif?
Bukanlah lebih manusiawi untuk
mengalami dan mengalir demi Sang Air?

Banjir, tsunami, tanah longsor, kekeringan,
adalah pinta Sang Air yang rindu diperhatikan.
Apakah mungkin sebagai cerminan perasaan Bumi
yang dibiarkan “nyangkut” juga?

“Hidup ini cair,” ujar sahabatku yang jenius,
menyembunyikan ke-Ilahi-annya di balik
wadah air yang telah dipilihnya sendiri,
seolah-olah membuka rahasia pada dunia
tentang dirinya yang sejati.

Hatiku menunduk penuh haru,
karena memang air tidak berbentuk, sama seperti hidup ini,
Senantiasa mengalir, dan berubah.
Kalaupun seandainya hidup ini kelihatannya berbentuk dan pasti,
hanya karena pikiran kita menciptakan wadah bagi Sang Air.

Ketika Sang Air terjebak dalam wadah,
dia pun terenggut dari satu-satunya kekuatan alami yang dimiliki.
Kekuatan untuk bebas dan mengalir.

Tanpa batasan, tanpa wadah.
Hanya ketulusan apa adanya setiap momen...
Larut dalam cinta.

Bebas dan mengalir.

... 25 Juli 2006.

No comments:

Post a Comment